Stres menular dari satu orang kepada orang lain saat mereka saling bertemu. |
Suasana tenang di pagi hari, matahari
bersinar cerah, Anda dan keluarga sarapan pagi bersama dengan menu kesukaan.
Rumah bersih dan wangi sambil melepas anak-anak berangkat sekolah. Suasana yang
sangat menyenangkan dan menenangkan bukan?
Setelah semua berjalan baik dan tenang,
tiba-tiba istri Anda mengajak Anda ke kamar, bicara empat mata tentang
tagihan-tagihan yang harus dibayar bulan ini, atau tiba-tiba rekan kerja Anda
menelpon ingin ‘curhat’ tentang tekanan kerja yang diberikan Bosnya di kantor.
Pada saat itu, tanpa sadar, Anda mengucapkan selamat tinggal kepada ketenangan
dan menyapa ‘helo’ kepada pusat stres.
Yups, stres menular! Menurut salah satu
studi terbaru di Universitas Calgary, dampak yang paling buruk dari penularan
stres ini adalah perubahan yang terjadi kepada otak Anda. Hasil penelitian ini
dipublikaskan di Jurnal Nature Neuroscience, Maret 2018.
Para peneliti melakukan percobaan pada
dua tikus yang bersaudara, satu betina dan satu jantan. Kedua tikus ditempatkan
di kandang yang terpisah. Tikus jantan ditempatkan di kandang dengan suasana
santai dan nyaman, sedangkan tikus betina diberi perlakukan tertentu hingga
menderita stres.
Kemudian, tikus yang mengalami stres
dipertemukan kembali dengan saudaranya yang berada dalam suasana tenang. Dari
hasil pertemuan mereka tersebut, para periset menemukan terjadi tranmisi sinyal
stres atau feronom dari satu tikus ke tikus yang lain.
Sejumlah penelitian terdahulu telah
menyoroti dampak stres kronis terhadap hippocampus, yaitu bagian otak yang
berperan kepada kegiatan mengingat (memori) dan belajar (learning).
Pembentukan formasi memori yang tepat
terjadi ketika hubungan antara neurons di hippocampus diperkuat sepanjang
waktu, proses ini disebut dengan potensiasi jangka panjang atau long-term
potentiation (LTP). Sementara, tekanan yang berkepanjangan melemahkan hubungan
antar neurons sehingga menurunkan LTP
dan mengurangi memori.
Penelitian ini menemukan bahwa efek
hippocampus itu tidak hanya terjadi pada tikus yang mengalami stres, tapi juga
terjadi pada tikus lain yang dipertemukan dengan tikus stres.
“Perubahan neuron perespon stres di
hippocampus tikus yang mengalami stres identik dengan tikus yang awalnya tidak
mengalami stres,” ujar penulis studi Toni-Lee Sterley, seperti yang
dikutip dari Medical News Today.
Artinya, tikus stres menularkan stresnya kepada tikus yang tidak stres.
Namun, ada kabar baik untuk perempuan,
dari penelitian tersebut ditemukan bahwa tikus betina yang tertular stres dari
tikus lainnya mampu membalikkan efek pada otak mereka lewat bergaul dengan
tikus lain yang tidak tertekan. Namun,
kemampuan ini tidak tidak ditemukan pada tikus jantan. (R)
EmoticonEmoticon